1. Yang Harus Selesai
Tidak banyak komentar tentang post-an Kak Uti di sini. Benar, kalau orang berpikir menikah adalah untuk menyelesaikan masalah, sebenarnya menikah itu membawa masalah baru, wkwk. Kalau kapan gitu waktu chat sama Kak Marissa, Kak Mar bilang, Aufar pernah bilang bahwa menikah itu agak gila, bikin susah hidup, barenga lagi dua orang. Lalu aku balas, tapi mau ya dengan sukarela. Terus Kak Marissa bilang, ya, makanya kalo ga karena Allah, ya susah mau pegangan ke mana. Cinta cuma bertahan 2 tahun katanya. Hati cuma satu, yang kosong harusnya diisi Allah aja, tapi kalau jatuh cinta suka lupa sama yang ngasih cinta.
Gitu kata Kak Mars. Kalimat terakhir membuatku ingat, aku pernah cerita sama Ummi Terus Ummi bilang, kalau manusia bisa segitunya kalau lagi jatuh cinta, kepikiran, pengen cerita, pengen dekat. Harusnya itu membuat ingat bahwa manusia perlu begitu juga sama Allah. Iya ya, Allah kan mencintai hambanya tanpa tapi.Tulisan ini juga bilang, tentang 'jangan berharap deh bahwa kamu bisa mengubah seseorang. kalau sayang ya pasti dia menjadi dirinya yang terbaik.' dulu temenku pernah bilang, ngubah kebiasaan orang itu susah, jadi ya jangan bikin pr kalau mau nikah tuh. dia hidup dengan kebiasaan itu selama dua puluh sekian tahun, misalnya. ya ngarep apa mau tiba-tiba berubah (ya Allah penasaran banget aku baca di mana ya kalimat-kalimat ini). namun, instead of wondering to others, kalau dipikir-pikir, diri sendiri pun punya banyak hal-hal buruk yang bahkan bisa jadi mungkin cuma Allah aja yang tau. terus frase kalimat keduanya, kalau sayang pasti menjadi yang terbaik, beberapa hari lalu liat sih tulisan orang (lupa tapi di mana) yang istilahnya kalau gabisa masak aja bisa deh nanti masak karena pengen bahagiain pasanganya. Tapi fokusku bukan itu sih itu mah contoh aja karena keliatan baru-baru ini (lupa tapi di mana). cuma hebat banget ya kalau bisa gitu dalam setiap hal. dan yang paling penting, coba bisa gitu terus ke Allah, gimana Allah tega ngasih azab ke hambanya atau gak ngampunin dosanya, huhu. yang ada kan Allah bakal sayang banget sama hambanya yang kalau sayang pasti jadi diri terbaik di hadapan Allah
Terus aku juga inget skrinsutan dari November 2018 lalu. Wkwk, kebiasaan pengen dipos langsung tapi gajadi-jadi. Singkat cerita mah ada yang sharing gitu. Lalu ditanya dan ini cukup mengena.
Waktu itu, aku langsung berpikir. Iya ya, kenapa kadang mikirnya tuh mau bahagiain pasangan dengan a, b, c, d (wk gaya bet kek udah nikah aja). Pengen melakukan apa bareng-bareng atau mau bersikap apa nanti di rumah tangga, jadi istri atau suami yang gimana, jadi ibu atau ayah yang gimana).Kenapa ndak dibalik ya. Koitmen ke diri sendiri apa. Mau jadi pribadi yang seperti apa, jadi pribadi yang terbuka, jadi pribadi yang memberi, jadi pribadi yang mendengar, jadi pribadi yang peduli. Duh aku lupa dulu kayaknya pertama baca ngena banget. Tapi mungkin kalau versi sekarang aku mengira-ngira kalimat ini mmungkin maksudnya adalah, ketika diri sendiri fokus unttuk menjadi diri yang seperti apa, ia akan melakukan itu dalam semua ini kehidupan, nggak berfokus sama pasangannya aja. Dan itu memberi energi lebih untuk menjadi 100% dalam seluruh kehidupannya.
Bahasan setelah chat ini menarik sih, yaitu tentang menjadi sempurna. Kadang orang berpikir untuk menjadi 100% sempurna, lalu ketika belum mencapai itu, dia jadi tertutup. Ga cerita sama orang lain karena mau sharingnya saat udah sempurna aja gitu. Padahal, ketika ayah, ibu, atau siapapun tidak sempurna, apakah membuat kita berhenti menyayangi orang itu? Mana yang lebih efektif, menjadi terbuka dengan ketidaksempurnaan atau tidak menerima ketidaksempurnaan dan menutup-nutupinya? Mana yang lebih membuat lega?
2. Yang Menyenangkan
Satu hal yang terlintas saat baca ini adalah hal yang penah kupelajari di este. Bahwa meminta tolong tidak berarti lemah, bahkan itu bisa membuat yang diminta tolong merasa dihargai dan dianggap keberadaannya. Serta, menerima bantuan orang lain adalah bentuk penghargaan. Bentuk berterima kasih. Tidak melulu merepotkan. Seperti cerita Masgun di buku Menentukan Arah yang awalnya beliau merasa nggak perlu lah dibuatkan teh sama istrinya karena masi hidup dengan perasaan lama sebagai anak kos yang biasa mandiri, biasa ga dibantuin orang. Sampai beliau sadar, istrinya senang jika beliau menerima teh buatannya. Dan toh (ini ga ada di buku sih) ibarat ga maunya karena ga suka minum tehnya atau ga suka minum manisnya atau ga biasa atau menghindari atau ga biasa minum teh di jam sekian (banyak banget ataunya) bisa dikomunikasikan, kan? tapi atas itu semua, menerima adalah menghargai. menerima bantuan pun membuat senang yang membantu :")
3. #tentangpernikahan: Mempersiapkan Diri
ini bagus untuk memperkaya wawasan. dan menggambarkan oh bosan tuh ya beneran kayak gitu ta. oh realita tuh kayak gitu wkwk. perasaan sepi dan sendirian itu nyata. jadi inget ifdhal waktu asdul (agenda kealumnian asrama sharing2 kabar gitu di grup) bilang, suka kasihan sama istrinya kalau pulang malam. dan tulisan ini meski sudut pandangnya perempuan, peru juga sih dibaca laki-laki. soalnya kan rumah tangga kehidupan bersama.
oiya saya dulu pernah pos tulisan Kak Fira yang judulnya Tentang Pernikahan
Eh beberapa waktu lalu kan sempet pengen bikin tulisan tentang Menikahi Perempuan (dengan Kekhawatiran-Kekhawatiran), terus ternyata aku pernah repost tulisan Masgun juga di sini
Wkwk dasar tukang nyimpen link dan repost Fit Fit, ckck. Eh tapi beneran bagus sih menurutku 3 link itu yang dinomerin, yang kubaca beberapa hari terakhir ini.. Ingat Kak Uti jadi ingat mau baca teman imaji lagi tapi belum jadi jadii
Tidak ada komentar:
Posting Komentar