Minggu, 17 Maret 2019

Dear Nak: Bicara Cinta

Jumat, 15 Maret 2019
Assalamualaikum Nak,
Banyak sekali yang ingin ibu ceritakan akhir-akhir ini. Sampai-sampai rasanya tidak mampu mengetikkan semua hal. Ingin langsung diceritakan saja. Tentang pameran buku di London Book Fair, misalnya. Tapi bingung bagaimana dan ke siapa membaginya jika bercerita langsung.

Barusan saja, Ibu ingin bercerita tentang jatuh cinta. Lalu tiba-tiba Ibu membayangkan, kalau kamu kelak jatuh cinta, apakah kelak kamu cerita pada Ibu. Ibu harap begitu. Ibu harap kita bisa saling terbuka untuk saling percaya dan bercerita.

Tapi Ibu mendadak urung bercerita tentang jatuh cinta. Rasa-rasanya Ibu malu. Karena kalau dibandingkan dengan persoalan saudara kita di New Zealand, masalah Ibu tidak ada apa-apanya. Jauh sekali.

Nak, siang tadi saudara kita di New Zealand ditembaki. Di Masjid. Saat jumatan. Sedih sekali mendengar kabarnya. Kamu tahu Nak, di negara tempat Ibu tinggal saat ini, ibadah mudah sekali dilakukan. Meskipun ibadah individu belum yang bersifat komunal dan menyeluruh pada setiap aspek kehidupan. Di New Zealand, negara dengan tingkat keamanan yang baik, penembakan itu terjadi. Entah apa yang menjadi pikiran penembaknya. Entah apa yang jadi pikiran orang-orang yang membenci Islam.

Nak, kadang-kadang cinta terlihat rumit. Tapi kalau Ibu sedang merasa demikian-seperti tadi saat di jalan pulang, Ibu ingat Tere Liye--salah satu penulis favorit Ibu yang mengajarkan Ibu banyak hal tentang cinta lewat buku-bukunya--cinta sejati selalu sederhana. Cinta kita pada Islam mungkin juga demikian. Terlihat rumit dan banyak mengandung kewajiban. Tapi itu cara sederhana untuk memperoleh cinta Allah yang kekal di surgaNya. Sekedar itu, patuh pada perintahNya dan menjauhi laranganNya. Pada penerapannya, sulit. Sama seperti jatuh cinta bukan Nak? Tahu-tahu semua rasanya rumit. Padahal kalau dilihat dari jauh dan kita tidak menjadi tokohnya, seharusnya rasanya bisa mudah saja dilalui bukan? Apalagi kalau jauhnya adalah kita di masa lalu dan masa depan. Mungkin kita akan merasa malu mengingat kita di masa lalu. Tapi, begitulah kehidupan. Yang berjalan, yang menumbuhkan. Mungkin kalau dalam pekerjaan, sama seperti hasil design challange yang sudah disepakati tapi saat dikerjakan developer, yang mana rasa-rasanya udah tinggal implementasi seperti itu aja, plek, persis. Nyatanya tidak mudah bagi developer membuatnya sama persis. Feedback minor seperti margin atau garis masih saja ada.

Begitu juga mencintai Islam Nak. Agama yang lengkap ini sudah dihadirkan lengkap dengan segala hal yang akan mencukupi hidup manusia Tapi bagi sebagian orang, rumit sekali memahaminya bahwa hanya dengan Islamlah kehidupan akan sejahtera. Bahwa hanya dengan Islamlah Allah menjamin keberkahan bagi seluruh alam. Bahwa manusia tidak perlu membuat-buat hukum dan aturan yang baru. Padahal, bisa jadi sesederhana memelajari dahulu, mencari tahu, meresapi, menghadirkan hati, melihat fakta bagaimana dahulu nabi dan sahabat. Kalau kelak yakin dan paham, tentu menyetujui bahwa dengan Islamlah solusi banyak hal yang menjadi permasalahan saat ini.

Atau barangkali yang lebih susah adalah menundukkan ego. Bahwa bukan manusia atau bahkan bukan kita yang secerdas itu sampai-sampai bisa membuat aturan yang lebih pantas digunakan ketimbang Allah. Cinta pada Islam-atau pada Allah lebih spesifiknya-pada akihrnya terkalahkan oleh cinta pada diri sendiri. Sehingga menyederhanakan konsep percaya pada apa yang telah Allah jamin menjadi tidak lebih sederhana daripada membuat sendiri hukumnya lalu menerapkannya. Kan mudah saja, lakukan usulan, kaji kaji kaji, terapkan. Mungkin begitu ya mikirnya..

Kalau manusia jatuh cinta, mungkin juga begitu. Ada hal yang ia inginkan untuk dilakukan. Ada penasaran yang ingin ditunaikan. Ada pertanyaan-pertanyaan yang entah jawabannya akan ada kapan. Ada kesabaran panjang yang dipasrahkan. Tapi manusia yang cerdas, yang bertanggung jawab atas pilihannya, yang sadar bahwa pilihannya saat ini akan Allah perhitungkan di yaumil hisab, akan menjadikan Islam sebagai standar yang menjadikan tindakan selanjutnya. Sehingga ia akan memilih tindakan yang akan menyelamatkan. Kalau manusia terlalu besar cintanya pada kekuasaan, pada dirinya sendiri, lalu sadar dan menjadikan standar cintanya pada Islam, ia akan sadar aturan siapa yang pantas ditegakkan. Tapi kalau poin penting standarnya lupa-atau sengaja ditinggalkan-ia akan masa bodoh terabas saja. Standar cintanya jadi kebermanfaatan, buat dirinya, buat kelompoknya. Sama kan, orang jatuh cinta juga begitu. Standar kebermanfaatannya jadi apakah menyenangkan hatinya-padahal sesungguhnya tidak menenangkan.

Nak, jatuh cinta selalu rumit. Yang sejati akan sederhana. Tapi tidak ada yang bilang ia hadir tanpa ujian.
Mencintai Islam, sesederhana menaati dan menjalankan, terlihatnya. Tapi ujiannya banyak. Saudara kita di New Zealand bukti terbarunya. Bagaimana menyikapi musibah bagi mereka, bagaimana dunia melihat Islam, bagaimana setidaknya penguasa negeri muslim menunjukkan kecaman. Itu menjadi ujian. Penangkapan OTT KPK yang baru-baru ini terjadi, membuktikan bahwa megamalkan apa yang dikatakan menjadi begitu sulit, apalagi kalau orang di sekeliling juga bukan orang-orang yang hidup tumbuh, dan memperjuangkan sistem yang baik. Orang-orang yang memilih untuk menyalurkan perasaan cintanya pada tindakan yang salah juga biasanya lingkungannya berbuat serupa. Semoga itu bukan lingkunganmu kelak tumbuh besar, ya Nak.

Yang sejati akan sederhana Nak. Kalau pikiranmu rumit, belajarlah menaklukkan pikiran itu sendiri. Kelak kita akan takjub bahwa kita bisa memenangi diri sendiri. Semoga.
Ibu juga sedang belajar.


Awalnya ditulis Jumat, saat semua hal rasanya banyak menyesakkan
Dari Jumat ke Jumat, dan perjalanan pulang yang meneteskan air mata
Aku pun heran menjadi mudah menangis akhir-akhir ini.
*tadinya postingan ini mau kubuat panjang cerita sepekan terakhir.
ternyata aku pernah buat dearnak juga di sini 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar