Senin, 27 Mei 2019

Cerita Pagi

Pagi ini antara sahur ke subuh baca tumblr salah seorang sahabat baik. Menangis haru, entah karena apa. Bisa jadi karena ceritanya, tapi yang lebih kurasakan adalah, karena aku merasa ia menjadi diri sendiri. Aku tahu sedikit tentang ceritanya sejak pekan lalu, yang diceritakan secara mendadak sambill satu dua tetes air mata yang mengalir. Kini kutahu sebagian besarnya. Penerimaan orang tuanya, persilakan atas dirinya yang ingin ke mana untuk melepas lelah, kehangatannya terhadap anak-anak dan orang kecil, dan kehangatan keluarga.

Tapi yang paling membuat haru, sepertinya, karena apa yang ia sampaikan dari hati, akan sampai ke hati pula. Sabarnya, syukurnya, rasa nyamannya terhadap dirinya sendiri. Karena ia jujur dalam menulisnya. Menjadi dirinya sendiri.

Lalu aku share link itu ke whatsappnya. Aku bilang
I am cry to read this
Thank you for sharing (my friend's name). Just be yourself, ya. Your most honest your own self.

Me, who love you. As always :)

Aku, bukannya tidak pernah ada kese-kesel lucu atau sedih terhadap respon temanku suatu waktu. Tapi aku menyayanginya, sebagaimana biasanya. Jadi tak ragu kutulis as always dalam pesanku. Yang itu, biarlah. Setiap orang satu dua punya perbedaan persepsi dan apa yang penting dalam hidupnya.

Kemudian aku beranjak shalat. Lalu aku teringat pesan seseorang, tentang menjadi diri sendiri. Mengingat momen pertama aku menangis setelah membaca pesannya. Aku menangis lagi. Sudah tak tahu porsi menangisnya karena yang mana. Karena cerita temanku, atau karena pesan itu. Syukurku rasanya penuh. Menjadi diri sendiri, dan diterima orang lain, mungkin adalah salah satu hal berharga dalam hidup. Dan semoga bisa menjadikan diri ini menjadi pribadi yang jauh lebih baik lagi. Tangis kecil yang kubawa pada qobliyah subuhku.

Diterima tanpa tuntutan, kata akun @rabbitholeid yang pernah saya baca di sini, justru membuat kita jadi terpacu, untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Aku berpikir-pikir. Abi dan Ummi pernah menuntutku apa ya. Ah, sepertinya tidak. Justru di ketidaktuntutan itu mungkin aku lebih baik daripada ketika aku dituntut bisa sepeda di kelas yang sudah berbilang tinggi semasa SD. Entah, aku sulit mengingat-ingat. Tapi menjadi orang tua tentu super kompleks. Semoga Allah lapangkan sabarnya, Allah luaskan hatinya.

Pagi masih berjalan. Suatu hal terjadi di rumah. Tidak bisa aku ceritakan. Tapi batinku hanya satu, ternyata dari sekian banyak doa egois untuk diri sendiri, masih banyak doa yang dibutuhkan untuk keluarga ini. Hal-hal kecil-kecil. Doa yang spesifik-spesifik. Kadang, jadi pilu sendiri. Dan muncul ketakutan kalau terduplikasi. Semoga saja tidak. Pada beberapa case, menerima seseorang adalah termasuk menerima keluarganya juga. Ah, bahkan satu dua adalah berupa keluarga besar.

Aku mencuci piring. Usainya, aku membuka ponselku.

Temanku membalas
🥰❤ Thankyou fitri. Me, who also love you as always


Tidak ada komentar:

Posting Komentar