Selasa, 07 Mei 2019

Peluk

"Mbak, mau peluk nggak?" kata Abi tadi pagi. Sudah rapi dan bersiap berangkat.
Aku yang kerudungnya belum rapi mengabaikan, lari ke ruang tamu, memeluk Abi.

Peluk sebelum berangkat menjadi kebiasaan beberapa bulan terakhir ini. Lupa triggernya apa, sepertinya fase-fase setelah aku belajar terbuka dan menjalani hari-hari penuh tangis yang awalnya kurasa aneh tapi pada akirnya bisa kuterima. Memeluk selalu menyenangkan.

Dulu aku masih kuliah dan Abi ada agenda di Jogja, pas mau pamit aku sempat ragu memeluk Abi. Ingat sekali depan kopma belakang shelter transjogja. Tapi akhirnya aku beranikan diri, aku peluk Abi. Erat. Sejak saat itu, kalau ketemu dan mau pisah pas Abi ke Jogja, hampir selalu ada pelukan. Hangat :") Meskipun belum berlaku kalau menjalani hari-hari dengan aktivitas biasa di rumah.

Kemudian beberapa bulan belakangan ini sejak November mungkin ya, memang jadi ngebiasain meluk gitu. Ke Ummi juga. Pamitan mesti salim, sebisa mungkin memeluk. Kalau kelewat salim rasanya kecewaa heuheu. Pernah ada fase di mana malah Abi yang nyariin aku akhir tahun lalu atau awal tahun ini, terus aku ngerasa jadi kayak, wah ini malah Abi yang nyamperin duluan. Sesenang itu :")
Padahal dulu aku pernah di fase yang Abi pergi yaudah, akunya sibuk sendiri aja. Atau ya salim seadanya.

Kalau dulu kata Faizah teman aliyahku, memeluk itu memunculkan hormon-hormon yang meningkatkan kebahagiaan. Terus ada penelitian gitu sehaari minimal sekian peluk. Lupa aku udahan, 7 tahun yang lalu itu obrolannya. Kalau ndak salah 7 atau 12 pelukan perhari, gitu.
.
Eh terus tadi ndak sengaja lihat kakak kelasku yang sudah punya anak dua menshare ini di wa statusnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar