Ibuk, dalam bahasaku Ummi.
"Mbak, pulang jam berapa?"
Sampai rumah.
"Itu tadi buat Mbak Fitri belum digorengin, soalnya Mbak Fitri kan suka yang anget jadi gorengnya pas udah pulang aja."
Kadang-kadang akunya yang malah belum balas jam berapa, sehingga Ummi jadi gatau mesti goreng jam berapa. Padahal, untuk alasan semengharukan itu Ummi nanya jam. Karena tau anaknya suka banget makanan anget baru mateng huhu. Mau gorengin sebelum aku pulang banget biar aku nyampe masih anget.
atau.
"Buat Mbak Fitri yang masih ada di serokan (peniris minyak) deket wajan ya. Tadi digorengnya paling belakangan biar anget."
atau.
"Punya Mbak Fitri yang ada di serokan (peniris minyak) deket wajan, itu semua pakai tepung pedes."
atau.
"Kangkung buat Mba Fitri yang diwajan ya. Yang di sana cabe rawitnya Ummi hancurin biar pedes. Kasian kalau dicampur sama adik-adik."
Padahal ga pernah rikues. Tapi Ummi tau aku suka bilang ga pedes untuk takaran yang kata Ummi udah pedes.
atau.
"Mbak, tadi Ummi beli ini." Nunjukin semacam risol yang dibikin pake kulit lumpia, yang tepungnya terlihat krispi sekali dan membuat gaya hidup sehatku ramadhan ini goyah, wkwkwk.
Tapi di piring-piring buat buka puasa juga ada.
"Ummi pisahin, soalnya ini keliatannya paling crispy. Mbak Fitri kan sukanya yang tepungnya kayak gini."
Aku tulis karena haru gegara barusan saja Ummi pamit mau beli sayur.
Baru jalan beberapa jenak, lalu kembali ke rumah. Tergopoh-gopoh.
"Lupa, janji bangunin Fafa jam setengah tujuh."
Lalu bergegas mengambil ponselnya. Menelepon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar